pengembangan teknologi rudal Indonesia

Meski saat ini jika berbicara mengenai teknologi pengembangan rudal dan roket, Indonesia terkesan jauh tertinggal, namun Indonesia pernah menjadi negara yang sukses mengembangkan roket. Pengembangan teknologi roket di Indonesia mulai maju di awal tahun 1960-an dengan dibantu oleh Uni Soviet.

Hingga pada tanggal 14 Agustus 1964, Indonesia akhirnya berhasil meluncurkan roket buatannya sendiri yang bernama Kartika 1 dengan berat 220 Kg dari stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Peluncuran ini membuat Indonesia menjadi negara kedua di Asia dan Afrika yang mampu mengembangkan teknologi pembuatan rudal dan roket setelah Jepang.

Setelah itu juga perkembangan roket dan rudal semakin semarak di Indonesia, bahkan Indonesia kembali meluncurkan roket Kartika dua dengan berat 66,5 Kg dan berjarak tempuh 50 Km. Kemudian Indonesia juga membeli berbagai rudal Surfance to Air Missile (SAM) dari Uni Soviet.

Namun sayang, setelah orde lama jatuh, teknologi rudal dan roket kurang berkembang di era orde baru, dan membuat Indonesia semakin jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain bukan hanya di Asia namun di dunia.

Baru kemudian pada tahun 1987, Indonesia melalui LAPAN kembali membuat roket yang diberi nama RX-250 LPN. Roket ini merupakan roket berbahan bakar cair dan padat dengan berat 300 kg memiliki panjang 5,30 meter berdaya jangkau 70 km.

kini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sedang mengembangkan roket RX-550 (Kaliber 550mm) dengan daya jangkau kecepatan luncur maksimal hingga 7 kali kecepatan suara (1 kali kecepatan suara sama dengan 350m/detik).

Selain roket jenis tersebut di Ritech Expo 2011 nanti ada pula Roket Kendali experiment Kaliber 200mm, contoh satelit, hasil-hasil data remotesensing tsunami di aceh dan kebakaran hutan di Kalimantan serta pemantauan atmosfer lainnya.

Lilis Maryani, Kepala Bidang Teknologi Struktur dan Mekanik, Pusat Teknologi Roket, LAPAN mengatakan tujuan dipamerkan roket ini sendiri yakni untuk memperlihatkan kepada masyarakat kemampuan LAPAN di bidang teknologi dirgantara.

“Diameter roket 550mm ini yang terbesar. Selama ini untuk pemanfaatan hasil-hasil teknologi kedirgantaraan kami bekerjasama dengan Kementerian Ristek dan Kementerian Pertahanan. Untuk Roket Pengorbit Satelit sedang mulai dipersiapkan roadmap nya karena masih dalam tahap pengembangan dan penyempurnaan,” ujar Lilis pada program siaran radio Iptek Voice, 3 Agustus 2011.

Dikatakan Lilis lebih lanjut bahwa kendala yang sering ditemui dalam proses pengembangan roket yaitu pembatasan transfer teknologi di bidang dirgantara yang dipelopori negara-negara maju.

“Pertimbangan dalam membuat roket tergantung dari misi dan tujuannya, mau kendali atau tanpa kendali. Atau bawa muatan sebesar apa, kecil atau besar. Wilayah kecepatan terbangnya berapa. Tempat peluncuran roket sendiri yaitu di Pamengpeu Jabar, Pandanwangi, dan Baturaja,” ujar Lilis, Seperti dilansir laman Ristek.

LAPAN sendiri selama ini membuka kunjungan bagi yang ingin melihat contoh roket dan fasilitas yang ada di sana. Disamping itu, anak-anak yang berkunjung juga diberikan pengenalan roket melalui media roket air.

Lilis berharap, melalui pameran hasil-hasil LAPAN nanti, masyarakat bisa lebih mengenal kemajuan teknologi dirgantara sehingga ketertarikan akan bertambah. “

Jadi anak-anak pun bisa mendalami teknologi ini dan manfaatnya untuk apa saja. Yang penting ada komitmen nasional. Pengembangan sangat besar, dananya tinggi, teknologinya pun begitu, jadi harus ada dukungan dan komitmen nasional,” kata Lilis.

menuju kebidang pertahanan Markas Besar TNI Angkatan Laut dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) akan mengembangkan dan membuat peluru kendali (rudal) nasional. Rencananya, rudal darat ke darat sejauh 20 kilometer ini akan diproduksi pada tahun 2006-2007 mendatang.

Rencana pembuatan peluru kendali tersebut diungkapkan oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh dan Kepala LAPAN Mahdi Kartasasmita kepada wartawan usai penandatangan MoU kerja sama pembuatan rudal di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (7/2/2005).

Menurut Bernard, pengembangan dan pembuatan rudal nasional ini sagat penting, karena selama ini Indonesia memiliki sejumlah roket dan rudal yang dibeli dari luar negeri, khususnya dari AS dan Perancis. Namun karena terjadinya embargo sejumlah peralatan tempur, kemampuan militer menjadi lumpuh.

“Untuk itu, kita mengawali untuk mencoba memproduksi sendiri. Masalah data dan kemampuan rudal tentunya untuk sementara belum bisa dibuka,” jelasnya.

Pembuatan rudal, jelas Bernard, tidak dalam konteks untuk upaya offensif, tapi pertahanan negara kesatuan dari ancaman luar. Sebenarnya, lanjutnya, pembuatan rudal ini akan disandingkan dengan empat kapal korvet (kapal cepat) yang dibuat TNI AL dan PT PAL di Fasilitas Sarana dan Perbaikan TNI AL di Surabaya, yang dibuat pada tahun 2005 ini.

Rudal ini nantinya akan menjadi senjata utama keempat kapal korvet yang masing-masing panjangnya 40 meter.

Leave a comment